Senin, 17 Mei 2010

SAHABAT SAMA DENGAN PENGKHIANAT

Duhai…
Kumenari di ujung gundah sembari mengucap sumpah serapah berpadu dengan mesra indahnya caci makianku kepada bintang di Jantung malam

Duhai…
Jika bisa kupanjat pinta jatuhkan sebutir bintang agar dapat kusebut asa, supaya dapat kuucap Do’a di bibir malam yang penuh dengan lepuhan kata-kata dusta insan pelupa entah terlupa akan janji bak fatamorgana

Duhai…
Semua kata dan janji persahabatan membuatku kehilangan rasa perih akan tikaman pedangnya yang menusuk jantung dan menikam hati mengukir prasasti
semua SAHABAT adalah PENGKKHIANAT

“ Udahlah Rayen, jangan sedih lagi Aku ada di sini, Kamu tak perlu takut” Sebuah suara mengejutkanku dari lamunan di tengah kegalauan nan mencekam
“Iya, Tapi Kamu nggak taukan apa yang Aku rasakan sekarang? Kamu nggak tau, kamu nggak bisa ngerasain apa yang sedang Aku rasakan sekarang!” Jawabku membela diri dengan penuh sikap egoku
Terus terang, air mata sangat mahal bagiku. Aku takkan menjatuhkan air mataku hanya untuk sesuatu yang nggak penting. Maklum di Pasar Pelita nggak ada jual air mata tuh…
Sekarang Aku duduk di kelas XII, artinya udah setahun Aku pindah kekota Bagan yang konon katanya kota kembarnya Hongkong, katanya sih… tapi nggak tau lah. Aku pindahan dari sekolah lain. Alasanku pindah Simple Cuma pingin balajar mandiri, itu aja!.
“Aku nggak tau mau tidur di mana malam ini, sekarang udah jam berapa? Ngerti nggak sih..!” Lanjutku
Aku mencoba berbagi masalah dengan Ary teman dekatku. Dia juga anak kost, tapi Dia udah dari kelas X kemarin tinggal di bagansiapiapi. Dia teman dekatku tempat Aku berbagi suka dan duka, Ia selalu ada di sampingku baik Aku lagi senang, sedih, Bete’ atau lagi boke juga ada, maklum sama-sama anak kost. Satu hal yang takkan pernah bisa Aku lupakan darinya ketika suatu malam Kami mencari rumah kost untukku hingga malam pun larut namun tiada juga Kami temui rumah kost yang kosong. Namun Aku salut padanya, Aku bangga, tiada kudengar Dia mengeluh sedikit pun. AKu heran kenapa bisa, padahal Dia belum lama mengenalku. Dasar manusia aneh.
“Ya udah mau gimana lagi, sementara untuk malam ini Kamu tidur aja rumah di tempat tinggal yang lama dulu, besok pagi Kita cari lagi ya…! Inikan udah larut malam pasti Kamu cape’ banget…!! ” Ary mencoba menasehatiku. Sebelumnya Dia telah mencoba meyakinkan Ibu kost-nya untuk menerimaku kost di sana, tapi Ibu kost menolak dengan alasan tidak ada kamar yang kosong lagi.
“Tapi….” Lanjutku terbata namun segera di potong oleh ucapan Ary
“Udahlah tenang aja, walaupun Kita nggak satu kost tapikan Kita masih bisa main bareng, Aku akan kenalin Kamu sama anak-anak sini kok, tenang aja Kamu nggak perlu cemas, Kamu nggak sendiri di kota ini, Kamu punya saudara, Aku! Aku akan jagain Kamu karena Aku udah janji sama orang tuamu” Lanjut Ary yang membuat Aku sedikit lega.
“Tuhan terima kasih telah kirim teman sebaik Dia untukku. Aku tak tahu kemana akan mengadu di kota ini tanpa ada Dia, terima kasih Tuhan.” Gumamku dalam hati
Meski dengan mata yang enggan untuk terlelap dalam tidurku namun kucoba membuai diri dalam sejuta lamunan penuh ketakutan akan hari esok apakan terjadi, namun… yah…. akhirnya katiduran juga.
“Aduh mati Aku, udah kesiangan ini” ucapku sambil bergegas menuju kesekolahku, SMA N1 Bangko sekolah favorit di Kabupaten Rokan hilir, eh tapi jangan salah sangka ya, walaupun tadi buru-buru tapi Aku mandi kok sebelum pergi kesekolah.
Nafasku kian memburu karena takut telat sampai kesekolah, segera kupacu lari sepeda motorku tanpa mempedulikan cina-cina bagan yang berkeliaran tak tentu arah memenuhi sesaknya jantung kota bagan yang sumpek dengan bau asap kendaraan bermotor berpadu dengan hiruk-piku suara walet di pagi itu. Sungguh nyanyian burung yang tak merdu. Namun itu semua tak menjadi alasanku untuk bersantai menuju kesekolah di waktu nan telah genting.
Sesampainya di sekolah…
Ya… Akhirnya telat juga…! Mana Ibu suminem, guruku yang di kenal paliiiiing disiplin udah nunggu di depan gerbang yang udah di kunci. Yang lebih kacau lagi, udah telat edisi perdana malah di proses langsung oleh Bapak kepala sekolah yang kebetulan Bapak tu Kepala sekolahku di sekolah yang lama. Beliau saat itu belum lama Mutasi kebagansiapiapi.
“Kenapa Kamu terlambat?” Tanya Bapak Kepala sekolah padaku yang membuat kakiku gemetar bagaikan kesetrum aliran listrik ribuan Volt, mungkin lebih parah, maklum baru pertama kali buat kasus, eh… udah langsung diproses kepala sekolah, kebayang nggak sih..!
“Maaf Pak Saya ada masalah dengan rumah Kost yang baru, jadi…”
“Itu masalah Kamu, selaku siswa Kamu harus pandai membagi waktu” Nasehat kepala sekolahku yang kukenal sangat disiplin dalam segala hal ini sejak Aku masih sekolah di Pujud dulu, sebuah desa yang masih terletak di Kabupaten Rokan hilir. Sebenarnya Aku Asli Bengkalis tapi pindah kepujud karena Papa pindah dinas, jadi ya terpaksa ikut pindah gimana gitu...!.
“Ya Pak” Jawabku sambil berlalu untuk siap menerima sederetan sangsi dari guru piket yang harus kudapatkan. Mati Aku, ini sih lebih parah dari bencana Tsunami di Aceh beberapa tahun silam, Aku lupa tanggal tepatnya.
Tak lama kemudian Aku pun segera berlari-lari kecil menuju kelasku. Aduh gila semua mata dari jendela-jendela kelas pada terbidi kkearahku. Maklum masih anak baru udah telat. Sungguh prestasi yang memalukan (Adegan ini jangan di tiru he… he..)
“Aduh mampus Aku kali ini, sungguh hari yang begitu teramat sangat-sungguh terlalu-very much menjijikkan bagiku..! Udah di ceramahi guru di meja piket, di suruh ngutipin sampah, terus lari-lari kekelas e..e.. sampai kelas malah perjuangan belum berakhir di lanjutkan dengan ceramah rohani oleh guru yang lagi ngajar di depan kelas, maklum Aku telatnya hampir satu jam pelajaran gitu! Pokoknya Aku nggak mau telat lagi, ini telat pertama dan terakhirku TITIK. Aku nggak mau lagi, Sumpah!”
“Woy Rayen, kenapa pagi-pagi udah ngomel-ngomel kek burung beo nggak di kasih makan tiga tahun aja” Tegur Ary yang membuat Omelanku terhenti seketika
“Rayen, Ary ada apa itu rebut-ribut di belakang? Ada masalah?” Tegur Bu guru yang ternyata dari tadi memperhatikan gerak-gerak Kami berdua yang super heboh membahas masalah musibah beruntun yang menimpaku pi pagi nan kelabu itu
“Eh… Ibuk… nggak ada apa-apa kok Buk..!” Jawab Kami kompak dengan nada tanpa dosa dan seketika terdiam seolah di komando
Bel pun akhirnya berbunyi meski tadinya sempat bandel banget seperti siput nan beringsut malas. Aduh begitu lama jalannya, Benci Aku!
Dengan lunglai kulangkahkan kakiku pulang dan tepat jam 12 malam Aku mendapat telepon dari Abangku bahwa rumah kost-ku udah ada di Jl. Madrasah. Inilah saat-saat terakhir kurasakan perhatian dari seorang sahabat yang telah kuanggap seperti saudara kandungku sendiri. Di sore itu kulihat dengan manisnya Ary mengangkat barang-barangku yang segudang garam banyaknya menuju kerumah kost baruku. Tak sengaja kulirik keningnya, ada keringat di sana!
Aku lupa siang pasti malam, Hidup pasti mati, Muda pasti tua, dan semua kata berpasangan di ciptakan. Tapi Aku lupa ada satu hal yang tertinggal, ya ada satu hal yang kulupa, Jumpa pasti pisah. Ternyata waktu yang berjalan serta rumah kost yang berjauhan tak setegar karang yang tiada bergeming meski di goda ombak nan menerjang. Semua berubah, semua berganti, semua berlalu meninggalkan debu-bebu nan hangus bagaikan Tongkang yang terbakar. Semua kemegahan hilang, semua lenyap di hembus bayu nan menyapu.
Kini jarak nan memisahkan meski hanya dalam hitungan menit ternyata menjadi jurang persahatan Kami. Di tambah lagi dengan kesibukankan Ary teman dekatku yang seorang Aktifis School membuat Kami semakin jauh, Saling cuek, Saling mementingkan ego masing-masing diri bahkan suatu hal yang membuatku membencinya ketika suatu hari Ia tak tahu ntah tak mau tahu bahwa Aku Berpuasa karena tak tahu apa yang akan Aku makan di hari itu, kiriman dari kampung belum datang. Aku menangis tanpa air mata namun bukan karena perutku yang perih karena lapar, tapi karena hatiku yang perih teringat akan janji persahatannya yang manis bahwa Ia akan menjagaku di kota ini.

(Saprian)

0 komentar: